Pakar ilmu politik senior Universitas Indonesia, Arbi Sanit,
meramalkan akan ada berbagai macam penajaman konflik menjelang Pemilu
2014. Perpolitikan Indonesia terdistorsi oleh gejala penajaman konflik
sebagai wujud instabilitas yang sudah ada sekarang ini.
"Hal ini terjadi karena Indonesia belum berhasil menjadikan politik sebagai pengendali kehidupan bernegara," ujarnya dalam diskusi politik di rumahnya beberapa waktu lalu.
Ia mengatakan sampai 2013 ini terjadi peningkatan gejala konflik sosial ekonomi seperti aksi demo protes massa buruh, supir angkot, petani, mahasiswa, pemuda, ormas, sampai LSM yang menyandang berbagai isu dari kenaikan upah sampai pemunduran Presiden. Aksi lainnya adalah konflik berlatar beda keyakinan intra dan antar pemeluk agama tentang tempat ibadah atau akidah agama juga adanya gerakan serta kekerasan sampai teror radikalis agama.
Penajaman konflik dan kekerasan dari sektor politik pun akan terjadi menjelang dan dalam pemilu 2014. Konflik antara DPR dengan Presiden tentang penggunaan hak angket dan interpelasi DPR hingga kemacetan pembahasan RUU. Adanya konflik antar fraksi DPR tentang isu posisi pimpinan komisi, pelanggaran Kode Etik, dan fungsi pengawasan DPR.
Tidak ketinggalan juga konflik dan kekerasan politik terkait Pemilukada di berbagai daerah. Nantinya juga dimungkinkan adanya ketegangan sosial politik karena korupsi politik sejak DPRD dan Kepala Daerah sampai Menteri Kabinet dan Ketua MK serta petinggi parpol.
Namun Arbi Sanit mengatakan untuk pemilu legislatif 2014 nantinya mungkin tidak akan diwarnai oleh penajaman konflik politik. Ia mengatakan adanya lebih dari 90% anggota DPR 2009-2014 mencalonkan diri kembali yang menggambarkan konservatisisme politik mereka. Tingginya jumlah peserta Pileg per dapil juga akan mengaburkan pemahaman kawan versus lawan dalam kompetisi politik.
"Kultur politik uang dan pencitraan meredam konflik, karena secara pragmatik ada kepastian perbedaan kesempatan menang antar caleg bersama pendukungnya," ujar Arbi Sanit dalam keterangan tertulisnya.
Lebih jauh lagi, justru Arbi Sanit mengatakan Pilpres 2014 amat mungkin diwarnai oleh instabilitas politik karena beberapa hal.
Pertama, faktor Jokowi sebagai tokoh politik nasional yang baru tampil dan langsung terpopuler, sehingga memancing reaksi perlawanan politik pemain lama, baik dari internal maupun eksternal PDIP. Ia menilai faktor Prabowo yang berambisi dan bekerja keras untuk pencapresan, bukan saja membujuk melainkan juga menekan dan menghalangi kubu Jokowi supaya tidak mengikuti pencapresan.
Terakhir ia menjelaskan kemungkinan instabilitas politik pos pemilu dapat terjadi apabila delegitimasi penguasa lama dilanjut dengan penolakan luas terhadap penguasa hasil Pemilu 2014.
"Pemilu 2014 dapat berakhir damai dan non-damai tergantung pada hasil akhirnya nanti. Hasil damai akan tercapai apabila pemenang pemilu merupakan mayoritas harapan masyarakat dan bila berlangsung hanya dalam sekali putaran saja," ujarnya.
Karena itu, maka kualitas demokratisasi Pemilu 2014 dan mutu pemimpin serta penguasa bersama pemerintahan pos Pilpres 2014, berperan amat strategis bagi kemajuan demokrasi dan pembangunan Indonesia selanjutnya.
sumber : http://www.beritasatu.com/nasional/144428-jelang-pemilu-2014-indonesia-rawan-instabilitas-politik.html
"Hal ini terjadi karena Indonesia belum berhasil menjadikan politik sebagai pengendali kehidupan bernegara," ujarnya dalam diskusi politik di rumahnya beberapa waktu lalu.
Ia mengatakan sampai 2013 ini terjadi peningkatan gejala konflik sosial ekonomi seperti aksi demo protes massa buruh, supir angkot, petani, mahasiswa, pemuda, ormas, sampai LSM yang menyandang berbagai isu dari kenaikan upah sampai pemunduran Presiden. Aksi lainnya adalah konflik berlatar beda keyakinan intra dan antar pemeluk agama tentang tempat ibadah atau akidah agama juga adanya gerakan serta kekerasan sampai teror radikalis agama.
Penajaman konflik dan kekerasan dari sektor politik pun akan terjadi menjelang dan dalam pemilu 2014. Konflik antara DPR dengan Presiden tentang penggunaan hak angket dan interpelasi DPR hingga kemacetan pembahasan RUU. Adanya konflik antar fraksi DPR tentang isu posisi pimpinan komisi, pelanggaran Kode Etik, dan fungsi pengawasan DPR.
Tidak ketinggalan juga konflik dan kekerasan politik terkait Pemilukada di berbagai daerah. Nantinya juga dimungkinkan adanya ketegangan sosial politik karena korupsi politik sejak DPRD dan Kepala Daerah sampai Menteri Kabinet dan Ketua MK serta petinggi parpol.
Namun Arbi Sanit mengatakan untuk pemilu legislatif 2014 nantinya mungkin tidak akan diwarnai oleh penajaman konflik politik. Ia mengatakan adanya lebih dari 90% anggota DPR 2009-2014 mencalonkan diri kembali yang menggambarkan konservatisisme politik mereka. Tingginya jumlah peserta Pileg per dapil juga akan mengaburkan pemahaman kawan versus lawan dalam kompetisi politik.
"Kultur politik uang dan pencitraan meredam konflik, karena secara pragmatik ada kepastian perbedaan kesempatan menang antar caleg bersama pendukungnya," ujar Arbi Sanit dalam keterangan tertulisnya.
Lebih jauh lagi, justru Arbi Sanit mengatakan Pilpres 2014 amat mungkin diwarnai oleh instabilitas politik karena beberapa hal.
Pertama, faktor Jokowi sebagai tokoh politik nasional yang baru tampil dan langsung terpopuler, sehingga memancing reaksi perlawanan politik pemain lama, baik dari internal maupun eksternal PDIP. Ia menilai faktor Prabowo yang berambisi dan bekerja keras untuk pencapresan, bukan saja membujuk melainkan juga menekan dan menghalangi kubu Jokowi supaya tidak mengikuti pencapresan.
Terakhir ia menjelaskan kemungkinan instabilitas politik pos pemilu dapat terjadi apabila delegitimasi penguasa lama dilanjut dengan penolakan luas terhadap penguasa hasil Pemilu 2014.
"Pemilu 2014 dapat berakhir damai dan non-damai tergantung pada hasil akhirnya nanti. Hasil damai akan tercapai apabila pemenang pemilu merupakan mayoritas harapan masyarakat dan bila berlangsung hanya dalam sekali putaran saja," ujarnya.
Karena itu, maka kualitas demokratisasi Pemilu 2014 dan mutu pemimpin serta penguasa bersama pemerintahan pos Pilpres 2014, berperan amat strategis bagi kemajuan demokrasi dan pembangunan Indonesia selanjutnya.
sumber : http://www.beritasatu.com/nasional/144428-jelang-pemilu-2014-indonesia-rawan-instabilitas-politik.html